SEJARAH
PERU
Sebelum orang Spanyol tiba, Peru
merupakan letak dari berbagai kebudayaan pra-Inca dan kemudian, Kerajaan Inca.
Francisco Pizarro mendarat di pantai Peru pada 1532, dan pada akhir 1530-an,
Peru menjadi Virreinato dan sebuah sumber emas, dan perak utama bagi Kerajaan
Spanyol.
Peru mengumumkan kemerdekaannya dari
Spanyol pada 28 Juli 1821 berkat aliansi antara tentara Argentina José de San
Martín, dan tentara Neogranadine Simon Bolivar. Presiden terpilih pertamanya,
tetapi, tidak berkuasa sampai 1827. Dari 1836 sampai 1839 Peru, dan Bolivia
menjadi satu dalam Konfederasi Peru-Bolivia, dibubarkan setelah konflik
bersenjata dengan Chili dan Argentina. Antara tahun-tahun ini, ketidakamanan
politik tidak berakhir, dengan tentara sebagai kekuatan politik yang penting.
Sekali lagi, antara 1879, dan 1883,
Peru, dan Bolivia membuat aliansi, dan berperang melawan Chili dalam Perang
Pasifik. Setelah peperangan berakhir (dengan kehilangan provinsi Tarapaca),
kestabilan politik tercapai, selama masa awal 1900-an; sampaiAugusto Leguia dan
kediktatorannya datang.
INFLASI
PERU
Negara
Peru mengalami hiperinflasi pada kurun Juli 1990 hingga Agustus 1990
dengan inflasi 5% membuat harga barang melonjak dua kali lipat setiap 13 hari,
2 jam.
Menurut sejarahnya, hiperinflasi terjadi
karena pertempuran panjang. Ini menjadi inflasi kedua di abad ke-20. Selama
paruh pertama tahun 1980-an, Presiden Peru pada masa itu Fernando Belaunde
dihadapkan dengan kebijakan penghematan yang diberlakukan pemberi pinjaman IMF
menyusul krisis keuangan Amerika Latin yang dimulai di awal dekade.
KEBIJAKAN
PEMERINTAH UNTUK MENEKAN INFLASI PERU
1.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter menjadi salah satu pilihan dalam
mengahadapi hyper inflasi yang dialami Peru. Hal ini dikarenakan deficit
anggaran dianggap sebagai pemicu dari timbulnya hyper inflasi di akhir tahun
1980an. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Langkah awal yang digunakan
adalah melepaskan kontrol harga dan subsidi. Kestabilan moneter diharapkan
tercipta dengan membuat Bank sentral independen dan berkomitmen untuk melakukan
beberapa tindakan moneter yang bias menekan inflasi. Inflasi tahunan turun dari
7650% pada 1990 menjadi 139% di tahun 1991, dan turun lagi menjadi 57% pada
tahun 1992. Tingkat inflasi terus menurun meskipun tidak bias mengikuti harapan
IMF sebesar 25% pada tahun 1993, namun penurunan inflasi ini masih bias
ditingkatkan. Cadangan devisa Netto yang dimiliki oleh Bank Sentral meningkat
dari sebelumnya minus 105 juta US dollar pada juli 1990 menjadi 2.32 milyar US
dollar pada april 1993. Sejalan dengan komitmen Bank untuk mencegah inflasi,
maka tingkat penyediaan uang diatur sedikit sekali, dan tentu saja lebih
sedikit dari jumlah inflasi bulanan. Pada saat yang bersamaan, system cadangan
yang dibutuhkan, digunakan untuk membantu meningkatkan nilai Nuevo Sol. Ketika
bank- bank komersial menawarkan tingkat suku bunga tinggi pada penyimpanan
dollar, Bank sentral mencoba menahannya dengan menaikkan nilai deposit sebanyak
50% pada dollar dan menurunkan nilai dposit Nuevo sol menjadi 15% saja.
2.
Kebijakan
Tarif
Perubahan pada sistem tarif adalah merupakan
indikasi yang paling jelas dari determinasi pemerintahan Fujimori dalam
melepaskan kaitannya dengan rezim terdahulu. Dalam menjalankan kekuasaannya,
pemerintahan Fujimori mempersiapkan berbagai tugas guna menghapuskan
ketidakefisienan dan pemborosan campur tangan Negara yang diciptkan oleh
Gracia. Struktur tariff impor disederhanakan secara besar-besaran. Jumlah
tingkat tariff yang dikenakan pada nilai impor ad volarem CIF (cost, insurance
and freight) dikurangi dari 56% menjadi 2-15% dan 25%. Kebanyakan barang
dikenakan tariff sebesar 15% dan 25% untuk barang-barang konsumsi
3.
Kebijakan
Fiskal
Langkah pertama yang diambil yaitu
menyederhanakan sistem. Presiden alberto Fujimori mengurangi jumlah pajak yang
dibebankan kepada masyarakat, dengan jaminan bahwa penerimaan Negara dari
sektor pajak tidak boleh melebihi 12% dari GDP 1991. Jumlah pajak berkurang dan
kini hanya ada lima pajak yang ditarik oleh negara yaitu:
·
Pajak
penjualan (impuesto general a las ventas)
·
Pajak
barang konsumsi pilihan (impuesto selective al consumo)
·
Pajak
pendapatan (impuesto a la renta)
·
Pajak
perusahaan
·
Pajak
impor
Selain dari pajak-pajak tersebut, masih terdapat
penarikan-penarikan yang dilakukan pemerintah guna menambah anggaran Negara.
Salah satu contohnya yaitu penarikan yang dikenakan pada pendapatan (berkisar
antara 5 sampai 20%) yang diumumkan pada awal juni 1991. Pajak ini dikumpulkan
guna membayar pengeluaran tambahan di paruh tahun kedua yang digunakan untuk
membayar peningkatan gaji pegawai negeri. Cara ini mendapat tantangan keras
dari kongres. Selain menyederhanakan sistem pajak, Alberto Fujimori juga
melakukan pengaturan ulang terhadap badan administrasi pajak, Superintendency
of Tax Administration. Jaringan pengawasan ditingkatkan dan kekuasaan
Superintendency of Tax Administration diperbesar. Perubahan ini akhirnya
terwujud setelah memakan waktu kurang lebih dua tahun, dan akhirnya disahkan
pada desember 1992 melalui Undang-Undang Rasionalisasi sistem pajak nasional
serta penghapusan hak istimewa dan penyuapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar