Cute Cherry -->

Rabu, 10 April 2013

Hukum Perikatan

1. Pengertian Hukum Perikatan

Istilah perikatan berasal dariBahasa Belanda, verbintenis. KUH Perdata sama sekali tidak
memberikan uraian mengenai pengertian perikatan. Meskipun demikian, pengertian
perikatan dapat kita peroleh dari pendapat beberapa pakar hukum.

Berikut ini beberapa pengertian perikatan yang saya kutip dari buku Pokok-Pokok Hukum
Perdata Indonesia karangan P.N.H. SImanjuntak dan buku Hukum Perdata karangan
Komariah:

a)    Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.

b)   Von Savigny
Perikatan hukum adalah hak dariseseorang (kreditur) terhadap seseorang lain (debitur).

c)    Yustianus
Suatu perikatan hukum atau obligatio adalah suatu kewajiban dariseseorang untuk mengadakan prestasi terhadap pihak lain.

d)   Prof. Subekti
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

e)   Prof. Soediman Kartohadiprodjo
Hukum perikatan ialah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan.

f)    Abdulkadir Muhammad
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan.

Dengan demikian unsur-unsur dari suatu perikatan adalah:
1.     adanya suatu hubungan hukum;
2.  di antara dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kewajiban (debitur) dan pihak yang memperoleh hak (kreditur);
3.    berada di bidang hukum harta kekayaan;
4.    tujuannya adalah prestasi.

2. Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat tiga sumber yaitu:
1.     Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.    Perikatan yang timbul undang-undang. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

a)  Perikatan terjadi karena undang-undang semata yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
b)   Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.

3.    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).


3. Azas-azas dalam Hukum Perikatan

Azas azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

1.     Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2.    Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

Syarat dalam perjanjian adalah sebagai berikut:
·         Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan
·  Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·         Mengenai Suatu Hal Tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
·       Suatu sebab yang Halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan.

4. Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Para debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan inkar janji (wanprestasi).

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

1.     Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.    Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3.    Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

1.     Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2.    Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3.    Peralihan Risiko,


5. Hapusnya Perikatan

Hapusnya Perikatan menurut pasal 1381:
1.     Pembayaran
2.    Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.    Pembaharuan utang
4.    Perjumpaan utang atau kompensasi
5.    Percampuran utang
6.    Pembebasan utang
7.    Musnahnya barang yang terutang
8.    Kebatalan atau pembatalan
9.    Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewatnya waktu.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar